Penulis terkenal Anne Tyler suatu ketika sedang berdiri di halaman sekolah menjemput anaknya. Tiba-tiba, seorang ibu datang mendekatinya dan berkata, "Have you found work yet? Or are you still just writing?" tanyanya lagi. "Bagaimana saya harus menjawabnya?" tanya Anne.
"Kaum wanita modern percaya bahwa mereka tidak boleh hanya duduk di rumah menanti suami dan mengurus anak-anak. Tapi, mereka berpikir, bekerja artinya berada di kantor. Keluar rumah pukul 6.00 atau pukul 7.00, lalu kembali pukul 16.00 atau pukul 17.00. Begitu terus setiap hari. Mereka akan tidak puas kalau kita tidak menyebut sebuah nama perusahaan," imbuh Anne.
Itulah gambaran dari realitas perkembangan kehidupan sosial kaum hawa di berbagai negara, termasuk di negeri kita tercinta ini. Wanita karir, begitu kita sering mendengar istilah ini.
Disadari ataupun tidak, timbul dilema baru dalam dirinya dan kemelut berkepanjangan di dalam masyarakat. Mereka harus bekerja banting tulang untuk mencari nafkah yang biasanya merupakan tugas laki-laki. Laki-laki seolah kehilangan kesempatan pekerjaan karena "diserobot" wanita karir, hal ini menimbulkan masalah psikologis tersendiri bagi laki-laki. Tapi benarkah anggapan sejumlah orang ini?
**
TEMUAN seorang filosof bidang ekonomi, Joel Simon, menyatakan para wanita telah direkrut oleh pemerintah untuk bekerja di pabrik-pabrik dan mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalannya, akan tetapi hal itu harus mereka bayar mahal, yaitu dengan rontoknya sendi-sendi rumah tangga mereka.
Sebuah lembaga pengkajian strategis di Amerika telah mengadakan polling seputar pendapat para wanita karir tentang karir seorang wanita. Dari hasil polling tersebut didapat kesimpulan, sesungguhnya wanita saat ini sangat keletihan dan 65% dari mereka lebih mengutamakan untuk kembali ke rumah mereka.
Pada perkembangan terkini, bagi mereka yang benar-benar menjadikan karir sebagai jalan mengaktualisasikan diri dan membentuk identitasnya, tak jarang mereka mengingkari kodratinya. Ciri-ciri wanita karir ini menurut seorang penulis di Inggris adalah, mereka tidak suka berumah tangga, tidak suka berfungsi sebagai ibu, emosinya berbeda dengan wanita non karir, dan biasanya menjadi wanita melankolis.
Masalahnya tak sampai disitu. Wanita bagaimanapun berbeda dengan kaum pria, dalam perjalanan karirnya wanita umumnya lebih sering mengalami apa yang disebut sebagai efek "langit-langit kaca" (glass ceiling). Langit-langit kaca adalah sebuah artificial barrier yang menghambat wanita mencapai posisi puncak pada suatu institusi tempat ia bekerja.
Secara faktual ia melihat posisi puncak itu dan merasa mampu ke sana, tapi pada faktanya ia terhalang oleh langit-langit kaca tersebut. Ini disebabkan karena hakikat kodratinya yang tak dapat dipungkiri, karena ia memiliki ke khasan secara fisik maupun psikis.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0104/24/hikmah/etika_wacana.htm
"Kaum wanita modern percaya bahwa mereka tidak boleh hanya duduk di rumah menanti suami dan mengurus anak-anak. Tapi, mereka berpikir, bekerja artinya berada di kantor. Keluar rumah pukul 6.00 atau pukul 7.00, lalu kembali pukul 16.00 atau pukul 17.00. Begitu terus setiap hari. Mereka akan tidak puas kalau kita tidak menyebut sebuah nama perusahaan," imbuh Anne.
Itulah gambaran dari realitas perkembangan kehidupan sosial kaum hawa di berbagai negara, termasuk di negeri kita tercinta ini. Wanita karir, begitu kita sering mendengar istilah ini.
Disadari ataupun tidak, timbul dilema baru dalam dirinya dan kemelut berkepanjangan di dalam masyarakat. Mereka harus bekerja banting tulang untuk mencari nafkah yang biasanya merupakan tugas laki-laki. Laki-laki seolah kehilangan kesempatan pekerjaan karena "diserobot" wanita karir, hal ini menimbulkan masalah psikologis tersendiri bagi laki-laki. Tapi benarkah anggapan sejumlah orang ini?
**
TEMUAN seorang filosof bidang ekonomi, Joel Simon, menyatakan para wanita telah direkrut oleh pemerintah untuk bekerja di pabrik-pabrik dan mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalannya, akan tetapi hal itu harus mereka bayar mahal, yaitu dengan rontoknya sendi-sendi rumah tangga mereka.
Sebuah lembaga pengkajian strategis di Amerika telah mengadakan polling seputar pendapat para wanita karir tentang karir seorang wanita. Dari hasil polling tersebut didapat kesimpulan, sesungguhnya wanita saat ini sangat keletihan dan 65% dari mereka lebih mengutamakan untuk kembali ke rumah mereka.
Pada perkembangan terkini, bagi mereka yang benar-benar menjadikan karir sebagai jalan mengaktualisasikan diri dan membentuk identitasnya, tak jarang mereka mengingkari kodratinya. Ciri-ciri wanita karir ini menurut seorang penulis di Inggris adalah, mereka tidak suka berumah tangga, tidak suka berfungsi sebagai ibu, emosinya berbeda dengan wanita non karir, dan biasanya menjadi wanita melankolis.
Masalahnya tak sampai disitu. Wanita bagaimanapun berbeda dengan kaum pria, dalam perjalanan karirnya wanita umumnya lebih sering mengalami apa yang disebut sebagai efek "langit-langit kaca" (glass ceiling). Langit-langit kaca adalah sebuah artificial barrier yang menghambat wanita mencapai posisi puncak pada suatu institusi tempat ia bekerja.
Secara faktual ia melihat posisi puncak itu dan merasa mampu ke sana, tapi pada faktanya ia terhalang oleh langit-langit kaca tersebut. Ini disebabkan karena hakikat kodratinya yang tak dapat dipungkiri, karena ia memiliki ke khasan secara fisik maupun psikis.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0104/24/hikmah/etika_wacana.htm